Kurs
atau nilai tukar merupakan sebuah kunci bagi suatu negara untuk bertransaksi
dengan dunia luar. Sistem pembayaran yang dilakukan baik di dalam negeri maupun
luar negeri mau tidak mau harus terikat dengan nilai tukar atau kurs. Sistem
nilai tukar sendiri terdiri dari beberapa jenis, yaitu kurs tetap, mengambang
bebas, dan mengambang terkendali. Lalu kurs apa yang pernah ditetapkan di
Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya kita telusuri dulu
makna dari masing masing kurs serta kelebihan dan kekurangannya.
1.
Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)
Kurs
tetap merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi
suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap
negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas
penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan kurs
tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan
yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau
menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai
tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya. Dalam kur tetap ini, bank sentral
melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam penetapan nilai tukar.
Keunggulan
:
- Kegiatan spekulasi di pasar uang semakin sempit.
- Intervensi aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil.
- Pemerintah memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa.
- Kepastian nilai tukar, sehingga perencanaan produksi sesuai dengan hasilnya.
Kelemahan
:
- Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas.
- Kurang fleksibel terhadap perubahan global.
- Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor impor.
Penerapannya
di Indonesia
Sistem
nilai tukar tetap pernah berlaku di Indonesia. Berdasarkan UU No.32 tahun 1964
ditetapkan bahwa nilai tukar Indonesia sebesar Rp. 250,-/US Dollar. Sedangkan
nilai tukar Indonesia terhadap negara lainnya ditetapkan berdasarkan nilai
tukar dollar terhadap negara tersebut sesuai dengan yang berlaku di pasar
valuta asing Jakarta dan internasional. Dalam periode penetapan kurs tetap
tersebut, Indonesia juga menetapakan peraturan sistim kontrol devisa yang ketat.
Dalam sistim ini, tidak ada pembatasan kepemilikan, penjualan, maupun pembelian
valas namun para eksportir wajib menjual devisanya kepada bak sentral. Sebagai
dampak dari penetapan kurs tetap tersebut maka Bank Indonesia harus mampu
memenuhi kebutuhan pasar valas bagi bank komersial maupun masyarakat.
Dalam
perjalanannya, Indonesia juga sempat mendevaluasi kurs tetapnya sebagai dampak
dari overvaluated dan jika di biarkan akan mengancam aktivitas ekspor-impor.
Pada tanggal 17 April 1970 Indonesia merubah kurs tetapnya dari posisi semula
sebesar Rp. 250,-/US Dollar menjadi Rp 378,-/US Dollar. Devaluasi yang
kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp 415,-/US Dollar dan
yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp
625,-/US Dollar
2.
Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Penetapan
kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta. Dalam pasar ini
masih ada campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi moneter dan fiskal yang
ada. Jadi dalam pasar valuta ini tidak murni berasal dari penawaran dan
permintaan uang.
Keunggulan
:
- Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca pembayaran suatu negara.
- Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi.
- Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap.
- Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang.
Kelemahan
:
- Devisa harus selalu tersedia dan siap diguankan sewaktu-waktu.
- Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekualan dalam memprediksi dan menetapkan kurs.
- Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran.
- Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya.
Penerapannya di Indonesia
Sistem
nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan
kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai
tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies)
negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank
Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan
spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank
Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau
batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005). Pada saat sistem nilai tukar
mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke
tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah
berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan
perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.
3.
Kurs Mengambang Bebas (Free Floating Rate)
Kurs
mengambang bebas merupakan suatu sistem ekonomi yang ditujukan bagi suatu
negara yang sistem perekonomiannya sudah mapan. Sistim nilai tukar ini akan
menyerahkan sleuruhnya kepada pasar untuk mencapai kondisi equilibrium yang
sesuai dengan kondisi internal dan eksternal. Jadi dalam sistem nilai tukar ini
hampir tidak ada campur tangan pemerintah.
Keunggulan
:
- Cadangan devisa lebih aman.
- Persaingan pasar ekspor-impor sesuai dengan mekanisme pasar.
- Kondisi ekonomi negara lain tidak akan berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi dalam negeri.
- Masalah neraca pembayaran dapat diminimalisir.
- Tidak ada batasan valas.
- Equilibrium pasar uang.
Kelemahan
:
- Praktik spekulasi semakin bebas.
- Penerapan sistem ini terbatas pada negara yang sistim perekonomiannya mapan, masih kurang teapt untuk negara berkembang.
- Tidak adanya intervensi pemerintah untuk menjaga harga.
Penerapannya
di Indonesia
Indonesia
mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga
sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang
mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan
tersebut diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan
menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut,
Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs
langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara
dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap
depresiasi Rupiah semakin meningkat. Oleh karena itu dalam rangka mengamankan
cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank
Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar
Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar.
REFERENSI